Saturday, May 2, 2020

Kisah Eza dan Motornya




Eza (bukan nama sebenarnya) adalah seorang remaja lelaki yang baik. Usianya baru menginjak 15 tahun. Di salah satu tempat Bimbel (bimbingan belajar) yang berada di pinggiran jalanan di Kota Serang (Kota Serang, Banten) itu ia sengaja mendaftarkan diri untuk mendapat pengajaran terkait persiapan UN dan persiapan masuk SMA. Sudah 3 bulan ia mengikuti program persiapan tersebut.

Di tempat bimbelnya Eza dikenal cukup populer. Perawakan badannya yang lumayan tinggi semampai membuat ia mudah dikenali teman-temannya. Wajahnya mudah dikenali. Terkadang ia memakai kacamata untuk membantunya mengatasi matanya yang sudah minus. Selain itu Eza juga terbilang cukup nyentrik untuk ukuran anak kelas 9 SMP. Setiap datang ke tempat bimbel, ia selalu membawa motor kesayangnnya. Motornya lumayan bagus untuk ukuran anak SMP. Gadis-gadis yang melihatnya pasti sesekali ingin minta dibonceng atau diantar olehnya.

Eza adalah tipe remaja yang ideal lagi ramah. Karena keramahannya itulah ia mudah memiliki teman dari berbagai sekolah lain di Kotanya. Maklum, yang mengikuti program persiapan tersebut ialah siswa-siswi dari berbagai SMP yang ada di Kota Serang. Beberapa teman yang sering terlihat membersamai Eza adalah Billy dan Wisnu. Billy kebetulan merupakan teman satu sekolah Eza. Sementara Wisnu adalah teman yang berbeda sekolah. Wisnu dikenal agak urakan. Beberapa kali ia terlihat bolos bimbel. Teman-teman belajarnya di tempat bimbel pun seolah sudah mengenali karakter wisnu yang demikian.

Namun meski karakter Wisnu begitu, Eza seolah tidak menghiraukannya. Ia masih seolah tahan berteman dengannya. Sesekali Wisnu suka terlihat minta diberi jajanan kepada Eza, namun Eza dengan ramah memberi jajanan yang dibelinya itu. Ya, selain ramah Eza memang dikenal sebagai anak dari keluarga yang mampu. Jadi, uang bukanlah hal yang sulit untuknya. Orang tua Eza selalu menuruti apa pun permintaan Eza. Sikap memanjakan orang tuanya itulah yang secara tidak langsung menjadikan Eza memiliki sikap tidak bertanggung jawab terhadap apa-apa yang diamanahkan oleh orang tuanya kepadanya.

Suatu waktu, Wisnu mendekati Eza untuk mengutarakan niatnya.  

“Za, gue boleh pinjem motor lo nggak sebentar ?” pinta Wisnu.

Sambil duduk di kursi, Eza lalu mengangguki permintaan Wisnu tersebut dengan mudahnya.
Eza kemudian menyodorkan kunci motornya seraya berpesan, “Emangnya lo mau kemana sih ? Mau mabal (bolos) pelajaran bimbel lagi yah ? Nih, kunci motor gue. Tapi inget, sebelum magrib (sebelum pulang bimbel), lo harus udah balik ke sini yah !”

“Siap !” Wisnu langsung mengambil kunci itu dan pergi.

Berjam -jam telah berlalu. Langit yang sebelumnya kelihatan cerah sekarang terlihat mulai merah senja. Sebentar lagi maghrib. Tapi Wisnu tak kunjung datang kembali. Di depan gedung tempat bimbel, siswa-siswi terlihat mulai pulang satu persatu. Tetapi Eza dan Billy masih berdiri di sana.

“Za, lo harusnya jangan kasih pinjem motor ke Wisnu. Dia kan anaknya urakan, suka ngebut-ngebutan lagi.” Sahut Billy kesal.

Eza hanya termenung diam. Dirinya pun di dalam hatinya sebenarnya merasa menyesal, tetapi nasi sudah menjadi bubur. Ia hanya bisa menunggu kedatangan Wisnu atau kabar darinya.
Tidak terasa waktu sudah sampai pukul setengah delapan malam. Sudah lewat dari adzan isya! Namun Wisnu masih belum datang-datang juga. Lalu tidak lama berbunyilah telepon genggam Eza, di layarnya terlihat ada panggilan dari nomor yang tak dikenal.
Eza lalu mengangkat telepon itu. Ketika menjawab telepon itu tiba-tiba raut wajah Eza berubah. Matanya terbelalak, kaget dan seolah tak percaya. Bahkan raut wajah itu pun masih terlihat ketika ia sudah menutup panggilan singkat itu. 

Sambil menghela napas, Eza lalu menepuk pundak temannya, Billy seraya berkata, “Bill, male mini temenin gue ke Pandeglang yah. Si Wisnu kecelakaan di Pandeglang, dan motor gue rusak.”

Mereka berdua pergi ke pandeglang malam itu juga. Sepanjang jalan Eza hanya bisa termenung sedih. Dirinya menyesal betul sudah meminjamkan motornya kepada Wisnu. Padahal orang tuanya sudah berpesan kepada Eza bahwa jika dirinya masih bersikap tak acuh serta bersikap tak bertanggung jawab kepada apa-apa yang sudah diamanahkan/diberi oleh orang tuanya kepadanya, maka Eza tak akan lagi akan mendapatkan apa-apa. Sekarang Eza hanya bisa menahan tangis. Di satu sisi dirinya ingin memberitahukan kedua orang tuanya tentang musibah yang terjadi serta alasan kenapa dia akan pulang larut malam, tetapi di sisi lain dirinya takut serta khawatir akan dimarahi oleh kedua orang tuanya.


Catatan Penulis:
Dalam proses hidup, tumbuh menjadi seseorang yang ramah dan baik itu adalah suatu kehebatan. Namun demikian, sikap bertanggung jawab juga dibutuhkan dalam proses menuju kedewasaan. Tanpa adanya rasa bertanggung jawab, seseorang tidak akan pernah bisa menjadi dewasa. Tanpa sikap bertanggung jawab, seseorang akan mudah menyepelekan hal-hal, bahkan orang di sekitarnya. Dirinya tidak sadar bahwa dengan sikap tidak bertanggung jawabnya itu ia telah melukai hati orang-orang yang tulus menyayanginya.



No comments:

Post a Comment