Tuesday, July 23, 2019

Menguak Rahasia Besar Mc Donald dalam Film The Founder




Terpampangnya salah satu logo dari brand restoran cepat saji kenamaan asal Amerika (Mc Donald) dalam poster film ini mungkin akan mengundang rasa penasaran tersendiri bagi para calon penonton film The Founder. Lebih-lebih bagi mereka yang boleh dibilang “akrab” mampir di restoran cepat saji Mc Donald, agaknya layak menjadikan film ini sebagai rujukan film yang menarik untuk ditonton.
            Film yang disutradarai oleh John Lee Hancock ini seolah hadir untuk membuka mata sekaligus menambah insight baru bagi penontonnya mengenai kesuksesan restoran cepat saji yang sudah menggurita di ratusan negara dan di berbagai belahan dunia. Dengan mengambil konsep latar belakang di tahun 1950-an, film ini mengajak penonton untuk ikut kembali tenggelam ke masa silam dan menyaksikan setiap potongan cerita dari perjuangan seorang pria yang di kemudian hari berhasil menjadikan Mc Donald sebagai sebuah kerajaan restoran cepat saji yang besar dan dikenal oleh dunia.
Michael Keaton yang dipercaya untuk membawakan peran utama sebagai Ray Kroc pun benar-benar menunjukkan kharismanya sebagai seorang entrepreneur yang ulung. Meki mengawali karirnya sebagai seorang sales multi mixer dari Prince Castle Sales, Ray Kroc digambarkan sebagai seseorang yang memiliki ketekunan keras serta berani mengambil resiko.
Pertemuannya dengan Richard Dick dan Maurice Mac (diperankan oleh Nick Offerman dan  John Carroll Lynch), dua bersaudara pendiri restoran Mc Donald di San Bernardino California pun seketika membuka mata dan kekaguman Ray Kroc terhadap restoran cepat saji itu. Bagaimana tidak, Mc Donald merupakan satu-satunya restoran saat itu yang mampu memberikan pelayanan sajian makanan dengan waktu yang sangat cepat. Kekaguman Kroc kepada restoran dua bersaudara itu pun kemudian melahirkan sebuah gagasan dan hasrat dari dalam diri Kroc untuk mewaralaba Mc Donald.
Di bagian awal film, alur cerita terasa mulai menanjak kepada sebuah konflik-konflik kecil yang menarik manakala Kroc dihadapkan pada sebuah kenyataan bahwa hasrat dan gagasannya dipentalkan oleh sikap skeptis Richard Dick dan Maurice Mac yang kala itu bersikeras lagi berfikiran bahwa waralaba ialah tindakan yang tak tepat untuk diaplikasikan pada restorannya. Seketika saat itu sang penulis skenario, Robert D. Siegel, seolah ingin menyampaikan sebuah pesan kepada para penonton bahwa seorang Entrepreneur yang ulung butuh dan perlu memiliki sense of confidence dalam meyakinkan calon rekan bisnisnya. Dan hal itu pun seolah terjawab oleh kepiawaian Kroc dalam beretorika serta meyakinkan dua bersaudara pemilik Mc Donald tersebut.
Di lain sisi, sentuhan romansa pun tersaji cukup baik pada film ini dengan mengupas sekelumit kisah mengenai hubungan antara Kroc dengan istrinya, Ethel Fleming (diperankan oleh Laura Dern), yang terbilang cukup rumit. Tak sampai di situ, kompleksitas cerita pun bertambah runyam dengan dimunculkannya beberapa persoalan lain seperti ambisi Kroc yang dibenturkan dengan perspektif sang istri, atau ketidak-hangatan pergaulan Kroc dengan orang-orang di lingkungannya yang tak jarang cukup nyinyir terhadap apa yang Kroc lakukan.  Sang sutradara, John Lee Hancock, sukses membalut film ini dengan beragam kondisi ketidak-nyamanan yang silih berganti menghantui isi kepala seorang Ray Kroc.
Film ini seolah kembali ingin menyadarkan kita bahwa sejak dahulu rasa ketidaknyamanan terhadap lingkungan menjadi momok tersendiri bagi sifat alami manusia. Bahwa manusia cenderung bersikap menghindari ketidaknyamanan dan konflik mungkin menjadi sebuah kebenaran yang sulit untuk ditolak, tetapi juga berat untuk diakui manusia. Film ini seolah menghentak kesadaran kita bahwa pengabaian kepada sebuah ketidaknyamanan adalah perilaku yang seolah lumrah dilakukan oleh sebagian manusia, tetapi juga tak lumrah atau bahkan terlarang bagi sebagian yang lain ‒terlebih bagi mereka yang menghendaki maju dan terbebas dari belenggu ketakutan atas keadaan yang menimpa dirinya sendiri.




Yang paling terasa kuat dan layak menjadi sorotan dalam film ini sebenarnya adalah kejelian Robert D. Siegel serta John Lee Hancock dalam memunculkan impresi kuat dari kepribadian Ray Kroc sebagai seorang Risk Taker (pengambil resiko), Rule Breaker (pemecah masalah) dan Game Changer (pengubah keadaan) yang tercermin di hampir keseluruhan plot. Ketiga impresi kuat inilah yang boleh dikatakan menjadi faktor penting dibalik kedigdayaan Ray Kroc dalam mengglobalisasi restoran cepat saji asal Amerika tersebut.
Namun demikian, di lain sisi film ini juga ingin menyampaikan bahwa ketiga impresi kuat dari seorang Ray Kroc tersebut tidaklah selalu membawa ia ke dalam sebuah kondisi yang aman serta menuai simpati dan decak kagum dari penonton sebagaimana yang biasa didapatkan oleh pemeran utama di film-film lain. Pada kenyataannya, impresi tersebut terkadang malah mengantarkan Kroc ke dalam stigma negatif yang jauh dari simpati penonton seperti halnya sifat rakus, egois, tak setia hingga keras kepala ‒sekali pun tindakan yang ia lakukan merupakan tindakan yang boleh jadi  dianggap legal di mata hukum. Secara garis besar, penonton bisa saja dibuat bingung dalam menilai sosok karismatik Ray Kroc mengingat setiap bagian cerita boleh jadi memberikan interpretasi yang kontras dengan bagian lainnya.
Hal lainnya yang tak kalah merobek kesadaran penonton ialah mengenai anggapan masyarakat luas mengenai bisnis dari Mc Donald itu sendiri yang ternyata banyak dianggap keliru. Meskipun Mc Donald merupakan restoran cepat saji yang dikenal dengan penjualan burger yang cukup laris di pasaran ketika itu, namun nyatanya bukanlah bisnis berjualan burger yang menjadikan Ray Kroc dapat membuat restorannya menggurita di berbagai belahan dunia, melainkan kepiawaian dari kerjasama Ray Kroc dan penasihat keuangannya, Harry J. Sonneborn (diperankan oleh B. J. Novak) dalam merancang gagasan untuk menempatkan bisnis di dalam sebuah bisnis. Pada fase akhir film ini mungkin saja penonton akan terhenyak tak percaya sambil sambil berkata, “ternyata bukan burger atau pun bisnis makanan yang membesarkan Mc Donald selama ini.” (D. Apriyanto, 2018)



No comments:

Post a Comment