Terpampangnya
salah satu logo dari brand restoran
cepat saji kenamaan asal Amerika (Mc Donald) dalam poster film ini mungkin akan
mengundang rasa penasaran tersendiri bagi para calon penonton film The Founder. Lebih-lebih bagi mereka
yang boleh dibilang “akrab” mampir di restoran cepat saji Mc Donald, agaknya
layak menjadikan film ini sebagai rujukan film yang menarik untuk ditonton.
Film yang disutradarai oleh John Lee Hancock ini seolah hadir untuk membuka mata sekaligus
menambah insight baru bagi penontonnya
mengenai kesuksesan restoran cepat saji yang sudah menggurita di ratusan negara
dan di berbagai belahan dunia. Dengan mengambil konsep latar belakang di tahun
1950-an, film ini mengajak penonton untuk ikut kembali tenggelam ke masa silam
dan menyaksikan setiap potongan cerita dari perjuangan seorang pria yang di
kemudian hari berhasil menjadikan Mc Donald sebagai sebuah kerajaan restoran cepat
saji yang besar dan dikenal oleh dunia.
Michael Keaton yang dipercaya untuk
membawakan peran utama sebagai Ray Kroc
pun benar-benar menunjukkan kharismanya sebagai seorang entrepreneur yang
ulung. Meki mengawali karirnya sebagai seorang sales multi mixer dari Prince Castle Sales, Ray Kroc digambarkan
sebagai seseorang yang memiliki ketekunan keras serta berani mengambil resiko.
Pertemuannya dengan Richard
Dick dan Maurice Mac (diperankan oleh Nick
Offerman dan John Carroll Lynch), dua bersaudara pendiri restoran Mc Donald di
San Bernardino California pun seketika membuka mata dan kekaguman Ray Kroc
terhadap restoran cepat saji itu. Bagaimana tidak, Mc Donald merupakan
satu-satunya restoran saat itu yang mampu memberikan pelayanan sajian makanan
dengan waktu yang sangat cepat. Kekaguman Kroc kepada restoran dua bersaudara
itu pun kemudian melahirkan sebuah gagasan dan hasrat dari dalam diri Kroc
untuk mewaralaba Mc Donald.
Di bagian awal film, alur cerita terasa mulai menanjak kepada
sebuah konflik-konflik kecil yang menarik manakala Kroc dihadapkan pada sebuah
kenyataan bahwa hasrat dan gagasannya dipentalkan oleh sikap skeptis Richard Dick dan Maurice Mac yang kala itu bersikeras
lagi berfikiran bahwa waralaba ialah tindakan yang tak tepat untuk diaplikasikan
pada restorannya. Seketika saat itu sang penulis skenario, Robert D. Siegel, seolah ingin menyampaikan sebuah pesan kepada
para penonton bahwa seorang Entrepreneur
yang ulung butuh dan perlu memiliki sense
of confidence dalam meyakinkan calon rekan bisnisnya. Dan hal itu pun
seolah terjawab oleh kepiawaian Kroc dalam beretorika serta meyakinkan dua
bersaudara pemilik Mc Donald tersebut.
Di lain sisi, sentuhan romansa pun tersaji cukup baik pada film
ini dengan mengupas sekelumit kisah mengenai hubungan antara Kroc dengan
istrinya, Ethel Fleming (diperankan
oleh Laura Dern), yang terbilang
cukup rumit. Tak sampai di situ, kompleksitas cerita pun bertambah runyam
dengan dimunculkannya beberapa persoalan lain seperti ambisi Kroc yang
dibenturkan dengan perspektif sang istri, atau ketidak-hangatan pergaulan Kroc dengan
orang-orang di lingkungannya yang tak jarang cukup nyinyir terhadap apa yang Kroc lakukan. Sang sutradara, John Lee Hancock, sukses membalut film ini dengan beragam kondisi
ketidak-nyamanan yang silih berganti menghantui isi kepala seorang Ray Kroc.
Film ini seolah kembali ingin menyadarkan kita bahwa sejak dahulu
rasa ketidaknyamanan terhadap lingkungan menjadi momok tersendiri bagi sifat
alami manusia. Bahwa manusia cenderung bersikap menghindari ketidaknyamanan dan
konflik mungkin menjadi sebuah kebenaran yang sulit untuk ditolak, tetapi juga
berat untuk diakui manusia. Film ini seolah menghentak kesadaran kita bahwa
pengabaian kepada sebuah ketidaknyamanan adalah perilaku yang seolah lumrah
dilakukan oleh sebagian manusia, tetapi juga tak lumrah atau bahkan terlarang
bagi sebagian yang lain ‒terlebih bagi mereka yang menghendaki maju dan
terbebas dari belenggu ketakutan atas keadaan yang menimpa dirinya sendiri.
Yang paling terasa kuat dan layak menjadi sorotan dalam film ini sebenarnya
adalah kejelian Robert D. Siegel serta John Lee Hancock dalam memunculkan
impresi kuat dari kepribadian Ray Kroc sebagai seorang Risk Taker (pengambil resiko), Rule Breaker (pemecah masalah) dan Game Changer (pengubah keadaan) yang
tercermin di hampir keseluruhan plot. Ketiga impresi kuat inilah yang boleh
dikatakan menjadi faktor penting dibalik kedigdayaan Ray Kroc dalam
mengglobalisasi restoran cepat saji asal Amerika tersebut.
Namun demikian, di lain sisi film ini juga ingin menyampaikan
bahwa ketiga impresi kuat dari seorang Ray Kroc tersebut tidaklah selalu
membawa ia ke dalam sebuah kondisi yang aman serta menuai simpati dan decak
kagum dari penonton sebagaimana yang biasa didapatkan oleh pemeran utama di
film-film lain. Pada kenyataannya, impresi tersebut terkadang malah mengantarkan
Kroc ke dalam stigma negatif yang jauh dari simpati penonton seperti halnya
sifat rakus, egois, tak setia hingga keras kepala ‒sekali pun tindakan yang ia
lakukan merupakan tindakan yang boleh jadi
dianggap legal di mata hukum. Secara garis besar, penonton bisa saja
dibuat bingung dalam menilai sosok karismatik Ray Kroc mengingat setiap bagian
cerita boleh jadi memberikan interpretasi yang kontras dengan bagian lainnya.
Hal lainnya yang tak kalah merobek kesadaran penonton ialah
mengenai anggapan masyarakat luas mengenai bisnis dari Mc Donald itu sendiri
yang ternyata banyak dianggap keliru. Meskipun Mc Donald merupakan restoran cepat
saji yang dikenal dengan penjualan burger
yang cukup laris di pasaran ketika itu, namun nyatanya bukanlah bisnis
berjualan burger yang menjadikan Ray Kroc dapat membuat restorannya menggurita
di berbagai belahan dunia, melainkan kepiawaian dari kerjasama Ray Kroc dan
penasihat keuangannya, Harry J.
Sonneborn (diperankan oleh B. J. Novak) dalam merancang gagasan
untuk menempatkan bisnis di dalam sebuah bisnis. Pada fase akhir film ini
mungkin saja penonton akan terhenyak tak percaya sambil sambil berkata, “ternyata bukan burger atau pun bisnis
makanan yang membesarkan Mc Donald selama ini.” (D. Apriyanto, 2018)